CHIEF Executive Officer PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, membuka sedikit strategi lembaganya saat menjadi konsultan politik bagi tim sukses pasangan Joko Widodo-Basuki T Purnama (Jokowi-Ahok) yang memenangkan Pilkada Jakarta 2012 versi quick count (QC). Beberapa strategi itu adalah mengenai manajemen SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan).
Dalam pertarungan dua kandidat di putaran kedua antara Fauzi Bowo dan Nachrawi Ramli (Foke-Nara) dengan nomor urut satu dan Jokowi-Ahok dengan nomor urut tiga diklaim strategi Jokowi lebih unggul. "Kalau orang berpikir Jokowi menang secara alamiah, tidak, ada strategi di belakangnya," katanya di Jakarta, Senin (24/9).
SARA merupakan bagian dari klasifikasi dan identitas sosial di masyarakat yang tidak dapat dipungkiri. Isu ini, selain isu-isu lain seperti gender, kasta, perusakan lingkungan sebagainya sering menjadi objek mekanisme rekayasa sosial (social engineering) dan sekaligus objek politisasi.
Dalam strategi itu, isu ini harus mengenai sasaran yang dibidik dengan jelas. "SARA akan berpengaruh ke kelas menengah ke bawah," katanya. Kelas ini dinilai mempunyai karakteristik memercayai sebuah isu apa adanya.
Sebaliknya, SARA dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang terbalik khususnya bagi kelas menengah ke atas. . Menurutnya, respons terbalik juga dapat diharapkan dari kelompok muslim rasional.
Tim pemenangan calon harus jeli dan mampu mengelola isu ini dengan baik supaya mendapatkan hasil yang diinginkan atau tidak blunder. "Isu SARA akan memakan majikan sendiri jika tidak terkelola dengan baik," katanya.
Dalam identifikasi masyarakat berdasarkan SARA yang dibuat Eep, khususnya untuk isu agama dari empat identitas sosial yang terkandung di dalamnya, terlihat tidak mengikuti klasifikasi umum yang berlaku dalam mengstigma masyarakat beragama tertentu seperti antara moderat dan radikal atau stigma lain seperti masyarakat cerdas dan tidak cerdas.
Terdapat lima kategori masyarakat agama yang mereka bidik untuk dikelola. Pertama, kelompok relijius termobilisasi yang bercirikan kurang terdidik, mendengar dan patuh serta cenderung prokekerasan.
Kedua, kelompok relijius primordial dengan ciri mendengar dan patuh kepada tokoh serta memiliki organisasi. Ketiga, kelompok termobilisasi dengan ciri kurang terdidik, rawan politik uang dan biasanya mendiami kawasan miskin.
Keempat, kelompok relijius kalkulatif dengan ciri moderat, cenderung terdidik dan berpatisipasi bukan dimobilisasi. Terakhir yang kelima, kelompok Kalkulatif Rasional yang mempunyai ciri kemajemukan, berpotensi untuk proaktif dan lain-lain.
Setelah mengidentifikasi kelompok masyarakat tersebut dengan jelas, konsultan politik ini akan mengarahkan cara menaklukkannya. "Dilakukan pendekatan dengan masing-masing kriteria," katanya.
Dia mengakui, terkadang Jokowi diarahkan untuk muncul di masjid tertentu untuk membentuk opini dan untuk meraup kepercayaan kelompok masyarakat yang termasuk salah satu kriteria di atas. "Bukan bermaksud mempolitisasi masjid, tapi untuk mendekatkannya dengan masyarakat," katanya.
Walaupun strategi pemenangan calon dibuat sebaik mungkin, menurutnya, keterlibatan beberapa elemen masyarakat, yang tidak disebutkannya dengan rinci, ikut memberi andil dalam kemenangan Jokowi. Ini dapat dipahami karena kedua calon tidak bertarung di ruang hampa. Faktor eksternal dari kedua calon turut mempengaruhi.
Adapun atribut hanya berpengaruh lebih kurang tiga persen dalam pemenangan Jokowi. Dan, menurutnya, yang paling berpengaruh adalah berita televisi.
http://www.jurnas.com/news/72022/Manajemen_SARA_untuk_Kemenangan_Jokowi_/1/Ibu_Kota/Metropolis
Dalam pertarungan dua kandidat di putaran kedua antara Fauzi Bowo dan Nachrawi Ramli (Foke-Nara) dengan nomor urut satu dan Jokowi-Ahok dengan nomor urut tiga diklaim strategi Jokowi lebih unggul. "Kalau orang berpikir Jokowi menang secara alamiah, tidak, ada strategi di belakangnya," katanya di Jakarta, Senin (24/9).
SARA merupakan bagian dari klasifikasi dan identitas sosial di masyarakat yang tidak dapat dipungkiri. Isu ini, selain isu-isu lain seperti gender, kasta, perusakan lingkungan sebagainya sering menjadi objek mekanisme rekayasa sosial (social engineering) dan sekaligus objek politisasi.
Dalam strategi itu, isu ini harus mengenai sasaran yang dibidik dengan jelas. "SARA akan berpengaruh ke kelas menengah ke bawah," katanya. Kelas ini dinilai mempunyai karakteristik memercayai sebuah isu apa adanya.
Sebaliknya, SARA dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang terbalik khususnya bagi kelas menengah ke atas. . Menurutnya, respons terbalik juga dapat diharapkan dari kelompok muslim rasional.
Tim pemenangan calon harus jeli dan mampu mengelola isu ini dengan baik supaya mendapatkan hasil yang diinginkan atau tidak blunder. "Isu SARA akan memakan majikan sendiri jika tidak terkelola dengan baik," katanya.
Dalam identifikasi masyarakat berdasarkan SARA yang dibuat Eep, khususnya untuk isu agama dari empat identitas sosial yang terkandung di dalamnya, terlihat tidak mengikuti klasifikasi umum yang berlaku dalam mengstigma masyarakat beragama tertentu seperti antara moderat dan radikal atau stigma lain seperti masyarakat cerdas dan tidak cerdas.
Terdapat lima kategori masyarakat agama yang mereka bidik untuk dikelola. Pertama, kelompok relijius termobilisasi yang bercirikan kurang terdidik, mendengar dan patuh serta cenderung prokekerasan.
Kedua, kelompok relijius primordial dengan ciri mendengar dan patuh kepada tokoh serta memiliki organisasi. Ketiga, kelompok termobilisasi dengan ciri kurang terdidik, rawan politik uang dan biasanya mendiami kawasan miskin.
Keempat, kelompok relijius kalkulatif dengan ciri moderat, cenderung terdidik dan berpatisipasi bukan dimobilisasi. Terakhir yang kelima, kelompok Kalkulatif Rasional yang mempunyai ciri kemajemukan, berpotensi untuk proaktif dan lain-lain.
Setelah mengidentifikasi kelompok masyarakat tersebut dengan jelas, konsultan politik ini akan mengarahkan cara menaklukkannya. "Dilakukan pendekatan dengan masing-masing kriteria," katanya.
Dia mengakui, terkadang Jokowi diarahkan untuk muncul di masjid tertentu untuk membentuk opini dan untuk meraup kepercayaan kelompok masyarakat yang termasuk salah satu kriteria di atas. "Bukan bermaksud mempolitisasi masjid, tapi untuk mendekatkannya dengan masyarakat," katanya.
Walaupun strategi pemenangan calon dibuat sebaik mungkin, menurutnya, keterlibatan beberapa elemen masyarakat, yang tidak disebutkannya dengan rinci, ikut memberi andil dalam kemenangan Jokowi. Ini dapat dipahami karena kedua calon tidak bertarung di ruang hampa. Faktor eksternal dari kedua calon turut mempengaruhi.
Adapun atribut hanya berpengaruh lebih kurang tiga persen dalam pemenangan Jokowi. Dan, menurutnya, yang paling berpengaruh adalah berita televisi.
http://www.jurnas.com/news/72022/Manajemen_SARA_untuk_Kemenangan_Jokowi_/1/Ibu_Kota/Metropolis
No comments:
Post a Comment