Kekerasan pada Anak Dipengaruhi Masa Kecil Suram Pelaku

Kasus kekerasan pada anak seringkali dipengaruhi oleh faktor psikologis masa lalu pelaku, baik itu orang tua maupun guru, yang tidak baik atau suram.

Hal itu diungkapkan M Ihsan, Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dalam talk show "Menyikapi Kekerasan Terhadap Anak Usia Dini" di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sabtu (1/9). "Perlaku dulunya juga adalah korban kekerasan anak," katanya.

Menurut dia, trauma masa kecil itu akan memengaruhi pelaku untuk bertindak sama terhadap anaknya atau anak kecil. Faktor lain yang sangat memengaruhi, kata Ihsan, adalah kekerasan yang dialami anak karena perceraian orang tua. "Banyak kasus yang kami selesaikan kekerasan terhadap anak terjadi usai perceraian, saat anak dibagi hak asuhnya kepada masing-masing pasangan suami istri," katanya.

Dia menambahkan, dalam kondisi ini, bila mantan istri merasa sakit hati dengan mantan suaminya, dia akan cenderung melampiaskannya terhadap anak yang diasuhnya.

Orang tua yang agresif, kata dia, bisa juga menjadi faktor kekerasan terhadap anak. "Termasuk mereka yang agresif karena stres yang tinggi akibat kemiskinan," katanya. Orang tua yang memilih jalan hidup sebagai single parent juga berpotensi melakukan hal yang sama.

Dia juga menjelaskan beberapa faktor lain yang cukup dominan dalam kekerasan terhadap anak, seperti pernikahan dini, disharmoni atau broken home dan saling mencederai, kemiskinan dan tidak mempunyai pekerjaan, jumlah anak yang banyak, kualitas pengasuhan rendah, serta adanya konflik dengan hukum.

Dia menambahkan, banyak orang tua yang tidak menyadari telah melakukan kekerasan terhadap anak. "Orang tua merokok di depan anak, memaksa anak menjadi artis, ibu hamil yang mengkonsumsi minuman keras," katanya.

Bahkan, menurutnya, pendidikan atau sekolah tidak seharusnya menjadi kewajiban bagi anak tapi lebih kepada hak anak yang wajib diberikan kepada mereka.

Sumber