PERDANA Menteri Nouri al-Maliki, Sabtu (1/12) kemarin, mengingatkan adanya potensi konflik etnik di Irak akibat krisis antara pemerintahan federal dengan pemerintah daerah otonomi Kurdistan.
"Jika konflik terjadi, akan menjadi tidak menguntungkan dan menyakitkan, dan akan menjadi semacam konflik etnik..yang tidak baik untuk Kaum Kurdi, Arab atau Turkmen," kata Maliki di Baghdad saat itu.
Pembentukan Komando Operasi Tigris oleh Pemerintah Federal Iraq yang didominasi oleh Syiah, ditentang oleh pemerintahan otonomi Kurdistan yang ingin mengakuisisi beberapa wilayah di dalamnya dalam wilayah kekuasaanya dalam sebuah referendum lokal. Pasukan Irak dan Peshmerga dari Kurdistan sempat bentrok, sebagaimana dilansir dari dailystar.com.lb.
Maliki mempertahankan argumennya bahwa pasukan Irak di Utara dan menegaskan bahwa itu merupakan hak militer untuk bergerak bebas di seluruh wilayah negari. Namun, kepergian pasukan Amerika Serikat tampaknya telah membuat kevakuman koordinasi yang selama ini menyatukan kedua pasukan dalam sebuah komando bersama.
Konflik ini membuat hubungan kedua belah pihak semakin ruwet, terutama karena sebelumnya keduanya sudah berselisih pendapat soal konsesi minyak di wilayah Kudistan yang membuat overlapping antara kedua otoritas. Walaupun begitu, konflik ini diprediksi kemungkinan kecil akan membesar akibat sistem demokrasi di Irak yang sudah mulai mapan.
Beberapa politisi Irak lebih mengutamakan opsi dialog dalam mengatasi hal ini, terbukti dengan undangan legislator Mulla Muqtada al Sadr kepada Presiden Kurdistan Massoud Barzani, politisi Partai Demokratik Kurdistan, Kurdistan Democratic Party (KDP), untuk melakukan dialog dengan Maliki, namun ditolak dengan alasan perselisihan ini bukan masalah pribadi keduanya.
Kurdistan saat ini memiliki 375.000 tentara reguler yang disebut dengan Peshmerga yang dilengkapi dengan persenjataan berat seperti heikopter, tank maupun rudal. Sementara itu persenjataan militer Irak didukung oleh pesawat tempur dengan 276.600 pasukan dan cadangan sebesar 342.212. Pengerahan pasukan untuk operasi militer akan sulit dilakukan mengingat Presiden Irak, yang harus menyetujuinya, saat ini dipegang oleh Jalal Talabani, seorang Sunni dari Kurdistan, pimpinan Partai Persatuan Patriotik Kurdistan, Patriotic Union of Kurdistan (PUK).
Sumber
No comments:
Post a Comment