PENGUASA militer Mesir yang sekaligus Menteri Pertahanan Abdel Fattah el-Sisi dinilai berhasil menaklukkan kekuatan anti-kudeta menyusul gelombang demonstrasi yang terjadi pasca kudeta Presiden terpilih pertama secara demokratis, Mohamed Morsi pada 3 Juli lalu.
Ahram Online, mengutip mantan anggota parlemen Amr El-Shobki, melaporkan rendahnya tingkat demonstrasi dalam beberapa hari belakangan ini disebabkan oleh dua hal.
Al Sisi berhasil mengidentifikasi kekuatan anti-kudeta yang dimotori Ikhwanul Muslimin (IM) dengam memberi ruang demonstrasi segera setelah kudeta. Setelah itu, satu per satu pemimpin IM yang berpengaruh dihabisi secara langsung melalu sniper seperti, Asma el-Beltagi putri salah satu petinggi IM.
Selain itu penangkapan ratusan pemimpin IM juga dilakukan secara intens. Jenderal Al Sisi juga memenangi perang media lokal dengan mencap IM teroris dan melakukan kekerasan.
IM, kata El-Shobki, mempunyai kepemimpinan hirarkis yang ketat, sehingga ketika para pemimpinnya dihabisi, otomatis IM lumpuh.
"Pemberlakuan jam malam dan pengetatan pengamanan tidak perpengaruh dengan protes dibandingkan penangkapan para pemimpin IM," jelasnya, Jumat (23/8)
Alasan kedua, masyarakat belum terlalu merasakan efek langsung pemerintahan Morsi yang sangat singkat. Sehingga dianggap gagal dan tidak menuai simpati dari masyarakat umum.
Ini menjelaskan keheranan banyak pengamat mengapa Al Sisi terlalu cepat melakukan kudeta. Padahal dengan memberi waktu yang agak lama, para demonstran anti-Morsi pada Juni lalu dapat merontokkan kekuatan Morsi secara psikologis ke akar-akarnya.
Menurut Mohamed El-Kassas, politisi Current Party, berkurangnya demonstrasi merupakan bagian dari keberhasilan pendekatan intimidatif yang dilakukan pemerintah sementara.
"Peluru asli ditembakkan sejak menit pertama di pembubaran protes itu," jelasnya. Banyak korban tewas ditemukan dengan lubang peluru di kepada dan dada.
Al Sisi saat ini dinilai menjadi tokoh fenomenal karena sukses merebut kekuasaan, paling tidak secara de facto, dari Morsi yang sebelumnya mendapatkan mandat melalui pemilihan umum. Bila Presiden Hosni Mubarak mundur dengan memberikan kekuasaannya kepada wakilnya, Morsi berhasil dikudeta tanpa ada pengalihan kekuasaan apapun.
Walaupun dianggap pintar, media Barat tidak terlalu memuji kemampuannya itu. Hal itu terlihat dalam wawancaranya di Washington Post berjudul 'Rare interview with Egyptian Gen. Abdel Fatah al-Sissi'. Dia dinilai sebagai sosok yang membanggakan diri sendiri.
Di balik keberhasilannya itu, sebagai lulusan US Army War College, Al Sisi sebenarnya dapat melakukan kudeta tanpa mempertontonkan kebrutalan penembakan kepada para pemimpin demonstran. Masih banyak strategi makiavelis Al Sisi yang masih misterius, termasuk, apa langkah yang akan dilakukannya nanti untuk menutupi kekejaman, yang terjadi selama seminggu terakhir itu, dari sejarah.
Al Sisi pasti sadar, sejarah menuliskan, akhir kekuasaan pelaku kudeta biasanya ditakdirkan berakhir dengan tidak baik, seperti nasib Pervez Musharraf di Pakistan, kecuali dia sudah mempunyai langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi hal itu.
Sumber: Jurnas
Ahram Online, mengutip mantan anggota parlemen Amr El-Shobki, melaporkan rendahnya tingkat demonstrasi dalam beberapa hari belakangan ini disebabkan oleh dua hal.
Al Sisi berhasil mengidentifikasi kekuatan anti-kudeta yang dimotori Ikhwanul Muslimin (IM) dengam memberi ruang demonstrasi segera setelah kudeta. Setelah itu, satu per satu pemimpin IM yang berpengaruh dihabisi secara langsung melalu sniper seperti, Asma el-Beltagi putri salah satu petinggi IM.
Selain itu penangkapan ratusan pemimpin IM juga dilakukan secara intens. Jenderal Al Sisi juga memenangi perang media lokal dengan mencap IM teroris dan melakukan kekerasan.
IM, kata El-Shobki, mempunyai kepemimpinan hirarkis yang ketat, sehingga ketika para pemimpinnya dihabisi, otomatis IM lumpuh.
"Pemberlakuan jam malam dan pengetatan pengamanan tidak perpengaruh dengan protes dibandingkan penangkapan para pemimpin IM," jelasnya, Jumat (23/8)
Alasan kedua, masyarakat belum terlalu merasakan efek langsung pemerintahan Morsi yang sangat singkat. Sehingga dianggap gagal dan tidak menuai simpati dari masyarakat umum.
Ini menjelaskan keheranan banyak pengamat mengapa Al Sisi terlalu cepat melakukan kudeta. Padahal dengan memberi waktu yang agak lama, para demonstran anti-Morsi pada Juni lalu dapat merontokkan kekuatan Morsi secara psikologis ke akar-akarnya.
Menurut Mohamed El-Kassas, politisi Current Party, berkurangnya demonstrasi merupakan bagian dari keberhasilan pendekatan intimidatif yang dilakukan pemerintah sementara.
"Peluru asli ditembakkan sejak menit pertama di pembubaran protes itu," jelasnya. Banyak korban tewas ditemukan dengan lubang peluru di kepada dan dada.
Al Sisi saat ini dinilai menjadi tokoh fenomenal karena sukses merebut kekuasaan, paling tidak secara de facto, dari Morsi yang sebelumnya mendapatkan mandat melalui pemilihan umum. Bila Presiden Hosni Mubarak mundur dengan memberikan kekuasaannya kepada wakilnya, Morsi berhasil dikudeta tanpa ada pengalihan kekuasaan apapun.
Walaupun dianggap pintar, media Barat tidak terlalu memuji kemampuannya itu. Hal itu terlihat dalam wawancaranya di Washington Post berjudul 'Rare interview with Egyptian Gen. Abdel Fatah al-Sissi'. Dia dinilai sebagai sosok yang membanggakan diri sendiri.
Di balik keberhasilannya itu, sebagai lulusan US Army War College, Al Sisi sebenarnya dapat melakukan kudeta tanpa mempertontonkan kebrutalan penembakan kepada para pemimpin demonstran. Masih banyak strategi makiavelis Al Sisi yang masih misterius, termasuk, apa langkah yang akan dilakukannya nanti untuk menutupi kekejaman, yang terjadi selama seminggu terakhir itu, dari sejarah.
Al Sisi pasti sadar, sejarah menuliskan, akhir kekuasaan pelaku kudeta biasanya ditakdirkan berakhir dengan tidak baik, seperti nasib Pervez Musharraf di Pakistan, kecuali dia sudah mempunyai langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi hal itu.
Sumber: Jurnas
No comments:
Post a Comment