NEGARA-negara Eropa diperkirakan akan mengalami peningkatan 25 juta warga miskin jika kebijakan penghematan (austerity) dijalankan para pemimpin pemerintahan di kawasan tersebut. Demikian laporan yang dirilis lembaga swadaya masyarakat Oxfam yang dilansir Eurobserver, Jumat (13/9).
Eropa diminta belajar dari negara-negara di ASEAN dan kawasan lainnya yang seringkali lebih memilih mengorbankan rakyatnya dalam mengambil kebijakan. "Jangan ulangi kesalahan dari ASEAN dan Amerika Latin," ujar laporan itu.
Dalam sebuah studi yang dikeluarkan, Kamis (12/9), sebelum pertemuan para menteri keuangan minggu ini, Oxfam mengatakan banyak pelajaran dapat diambil dari kebijakan pemotongan pengeluaran di Amerika Latin, negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan Afrika tahun 1980-90, yang membuat standar hidup masyarakatnya menjadi lebih buruk dan membutuhkan 20 tahun bagi rakyat yang terkena imbas itu, untuk pulih kembali.
"Kebijakan semacam ini merupakan sebuah kegagalan. Sebuah obat yang dimaksud untuk menyembuhkan tapi malah membunuh pasien. Semua itu tidak boleh terjadi lagi. Oxfam meminta para pemimpin pemerintahan di Eropa untuk beralih dari kebijakan penghematan dan memilih pertumbuhan inklusif yang memberikan hasil yang lebih baik kepada rakyat, masyarakat dan lingkungannya," tulisnya.
Saat ini negara-negara Eropa seperti Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol dan Inggris, merupakan negara-negara yang sedang mempertimbangkan kebijakan penghematan secara agresif. Negara-negara ini masuk dalam daftar ketimpangan income yang sangat tinggi diantara rakyatnya. Kebijakan tidak populer itu kerap menimbulkan ketegangan sosial di negara-negara itu. "Ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya di UK dan Spanyol dapat menyamai angka di Sudan Selatan dan Paraguay," kata Natalia Alonso, kepala Oxfam Eropa.
Sumber: Jurnas
Eropa diminta belajar dari negara-negara di ASEAN dan kawasan lainnya yang seringkali lebih memilih mengorbankan rakyatnya dalam mengambil kebijakan. "Jangan ulangi kesalahan dari ASEAN dan Amerika Latin," ujar laporan itu.
Dalam sebuah studi yang dikeluarkan, Kamis (12/9), sebelum pertemuan para menteri keuangan minggu ini, Oxfam mengatakan banyak pelajaran dapat diambil dari kebijakan pemotongan pengeluaran di Amerika Latin, negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan Afrika tahun 1980-90, yang membuat standar hidup masyarakatnya menjadi lebih buruk dan membutuhkan 20 tahun bagi rakyat yang terkena imbas itu, untuk pulih kembali.
"Kebijakan semacam ini merupakan sebuah kegagalan. Sebuah obat yang dimaksud untuk menyembuhkan tapi malah membunuh pasien. Semua itu tidak boleh terjadi lagi. Oxfam meminta para pemimpin pemerintahan di Eropa untuk beralih dari kebijakan penghematan dan memilih pertumbuhan inklusif yang memberikan hasil yang lebih baik kepada rakyat, masyarakat dan lingkungannya," tulisnya.
Saat ini negara-negara Eropa seperti Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol dan Inggris, merupakan negara-negara yang sedang mempertimbangkan kebijakan penghematan secara agresif. Negara-negara ini masuk dalam daftar ketimpangan income yang sangat tinggi diantara rakyatnya. Kebijakan tidak populer itu kerap menimbulkan ketegangan sosial di negara-negara itu. "Ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya di UK dan Spanyol dapat menyamai angka di Sudan Selatan dan Paraguay," kata Natalia Alonso, kepala Oxfam Eropa.
Sumber: Jurnas
No comments:
Post a Comment