• Breaking News

    Friday, April 29, 2016

    Meneladani KH. Arief Hasan

    Tobapos -- SENIN yang tenang. Pada tanggal 20 Rabiul Awal 1337 H/1917 M, di sebuah desa yang terpencil nan senyap jauh dari kebisingan, di sela-sela harmoni gemericik air sungai, bayi laki-laki itu lahir. Dialah Arief Hasan.  Bayi laki-laki buah cinta Kiai Hasan dan Mbah Nyai Solikhah ini kelak menjadi kiai besar, tak hanya panutan bagi masyarakat desanya, Desa Beratkulon, tetapi juga masyarakat di Kabupaten Mojokerto.

    Lahirnya putra kinasih, Arief, tentu menorehkan kebahagiaan tersendiri jauh melebihi putra sulung Kiai Hasan, Hamid. Apalagi, semasa bayi, Arief sempat mengalami sebuah peristiwa tragis yang hampir saja merenggut nyawanya. Tempo itu, seekor ular muncul dari sungai yang mengalir di belakang rumahnya (dulu rumah Kiai Hasan berada di seberang jalan di depan rumah K.H. Zainul Arifin Arief yang kini difungsikan sebagai Poskumdu). Ular kira-kira sebesar paha orang dewasa itu membelit tubuh Arief yang ditinggal sendirian.

    Suasana pun tegang. Ketakutan dan kekhawatiran menyelimuti Kiai Hasan dan Mbah Sholihah. Belum reda ketegangan itu, mendadak seekor kucing yang tak diketahui darimana datangnya, muncul dan seketika meradang dan menerjang ke arah belitan ular. Pemandangan yang amat menakjubkan. Seekor kucing bertarung melawan ular di mana dalam belitannya nyawa Arief dipertaruhkan. Ajaib, meski hingga berdarah-darah, kucing itu sanggup menghalau ular dan memaksanya melepaskan belitan di tubuh Arief.

    Beribu-ribu syukur lantas teruntai. Kiai Hasan dan Mbah Nyai Sholihah menyaksikan dengan mata kepala sendiri kemahakuasaan Allah lewat seekor kucing yang menolong putranya dari ancaman marabahaya. Peristiwa itu menjadi sebuah petanda nyata bahwa putranya, Arief, begitu dicintai dan disayangi Allah. Peristiwa itu pula yang kelak di kemudian hari menjawab misteri kenapa banyak kucing ditemukan berkeliaran dan dipelihara sepenuh sayang di rumah Kiai Arief Hasan—rumah yang berbatasan langsung dengan kompleks Pondok Pesantren Putri.

    Arief tumbuh dalam suasana yang sangat agamis. Masyarakat Desa Beratkulon sendiri memang tipikal masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai keagamaan. Kiai Hasan ketika itu adalah seorang figur panutan yang sangat disegani karena pengetahuan keagamaan yang mendalam serta sifatnya yang selalu mengayomi masyarakat. Dari Kiai Hasan, masyarakat Beratkulon menimba keteladanan.

    Dari Kiai Hasan pula Arief menerima dasar-dasar pendidikannya. Kiai Hasan bukan semata-mata orangtua, tetapi juga seorang guru yang bijak. Arief mulai mengenal Al-Qur’an sejak usia bocah, sebab saban waktu mengaji kepada Kiai Hasan. Selain belajar Al-Qur’an, Arief juga diajari tata krama bagaimana sepatutnya menghormati orangtua.

    Kebijaksanaan Kiai Hasan juga tercermin dalam perilaku sehari-hari. Ia seorang pedagang. Dari hasil dagangan itulah ia menafkahi keluarga. Insting bisnisnya sangat tajam. Bila membeli kayu bakar dari penjaja kayu, ia amat perhitungan. Meski para penjaja kayu telah berkeliling sebelum terbit fajar dan bolak-balik melewati jalanan depan rumah, Kiai Hasan tak segera menghampiri untuk membeli. Ditunggunya waktu agak siang, kira-kira setelah matahari naik sepenggalah. Sebab, jika menjelang siang, harga kayu bakar dengan sendirinya jatuh. Dan, kayu bakar pun terbeli dengan harga murah.

    Tak cuma itu, Kiai Hasan juga kerap promosi dagangannya. Tentu tujuannya untuk menarik minat pembeli. Ia acapkali membagikan sampel dagangan. Kepada anak-anak kecil yang bermain bergerombol di sekitar rumah, sering dipanggil. Mereka diberi gula-gula (permen) secara cuma-cuma. Lambat laun, jika mereka ketagihan, sudah pasti akan datang untuk membeli.   (sumber)

    No comments:

    Post a Comment

    loading...


    Aneka

    Tentang Kami

    Www.TobaPos.Com berusaha menyajikan informasi yang akurat dan cepat.

    Pembaca dapat mengirim rilis dan informasi ke redaksi.dekho@gmail.com

    Indeks Berita