Tobapos -- Sebagai Menteri Ketanagakerjaan, Hanif Dhakiri ternyata sempat ditinggalkan ibunya untuk mencari nafkah di Arab Saudi sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
“Saya juga anak TKI, Ibu saya enam tahun di Saudi Arabia,” ujar Hanif dikutip dari detikcom, Selasa (4/11).
Politisi PKB ini mengkisahkan masa kehidupan masa kecilnya yang jarang didampingi oleh ibundanya. Pria kelahiran Salatiga 42 tahun lalu itu, menuturkan ibundanya dua kali berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI. Periode pertama ibunya berkerja selama dua tahun. Sempat kembali ke Indonesia, lalu sang ibunda kembali mencari nafkah di Arab selama empat tahun.
“Berangkat kedua ketika saya SMP. Jadi masa kecil saya tidak didampingi ibu,” ujar Hanif.
Saat dirinya terpilih sebagai Menteri Ketenagakerjaan, ibunya sangat terharu. Menurut Hanif, tangisan sang ibu di satu sisi merupakan kebanggaan, dan disisi lain bentuk kekhawatiran, karena tugas menjadi menteri ketenagakerjaan bukanlah tugas yang mudah.
“Ibu saya nangis, nangisnya itu satu sisi ada kebanggaan, karena betapapun kami ini orang desa, kemudian secara ekonomi pas-pasan, dia juga pernah terlunta-lunta di Arab Saudi. Sisi lain ada juga kekhawatiran karena itu bukan tugas yang mudah,” tuturnya.
Dengan latar belakang itu, Hanif yang semasa kuliah juga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) punya komitmen kuat untuk memperbaiki dunia ketenagakerjaan Indonesia, khususnya soal TKI. Ia berkomitmen untuk mengimplementasikan visi Presiden Jokowi di dunia ketenagakerjaan Indonesia.
“Indonesia perlu revolusi mental ketenagakerjaan,” pungkasnya. (sumber)
“Saya juga anak TKI, Ibu saya enam tahun di Saudi Arabia,” ujar Hanif dikutip dari detikcom, Selasa (4/11).
Politisi PKB ini mengkisahkan masa kehidupan masa kecilnya yang jarang didampingi oleh ibundanya. Pria kelahiran Salatiga 42 tahun lalu itu, menuturkan ibundanya dua kali berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI. Periode pertama ibunya berkerja selama dua tahun. Sempat kembali ke Indonesia, lalu sang ibunda kembali mencari nafkah di Arab selama empat tahun.
“Berangkat kedua ketika saya SMP. Jadi masa kecil saya tidak didampingi ibu,” ujar Hanif.
Saat dirinya terpilih sebagai Menteri Ketenagakerjaan, ibunya sangat terharu. Menurut Hanif, tangisan sang ibu di satu sisi merupakan kebanggaan, dan disisi lain bentuk kekhawatiran, karena tugas menjadi menteri ketenagakerjaan bukanlah tugas yang mudah.
“Ibu saya nangis, nangisnya itu satu sisi ada kebanggaan, karena betapapun kami ini orang desa, kemudian secara ekonomi pas-pasan, dia juga pernah terlunta-lunta di Arab Saudi. Sisi lain ada juga kekhawatiran karena itu bukan tugas yang mudah,” tuturnya.
Dengan latar belakang itu, Hanif yang semasa kuliah juga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) punya komitmen kuat untuk memperbaiki dunia ketenagakerjaan Indonesia, khususnya soal TKI. Ia berkomitmen untuk mengimplementasikan visi Presiden Jokowi di dunia ketenagakerjaan Indonesia.
“Indonesia perlu revolusi mental ketenagakerjaan,” pungkasnya. (sumber)
No comments:
Post a Comment