Tobapos -- Wilayah Sumatra Utara merupakan target penyebaran misi Kristen sejak sebelum masa kemerdekaan hingga saat ini. Walhasil, beberapa area, khususnya kawasan tanah Batakmenjadi basis penganut Kristiani.
Namun, ada seorang ulama yang cukup disegani disana. Sosok tersebut adalah Haji Muhammad Arsyad Thalib Lubis.
Arsyad Thalib Lubis dilahirkan di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Oktober 1908 atau bertepatan pada Ramadhan 1326 Hijriah. Ia adalah putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin H. Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution.
Ayahnya berasal dari kampung Pastap, Kotanopan,Tapanuli Selatan, kemudian menetap di Stabat Sumatera Utara, sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan `lebai`, yakni panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.
Ia menjalani seluruh pendidikannya di Sumatra Utara. Selepas menjalani pendidikannya dalam kurun waktu 1917-1930, ia memperdalam ilmu tafsir, hadis, usul fiqh dan fikih kepada Syekh Hasan Maksum di Medan.
Dia adalah seorang murid yang cerdas dan rajin, sehingga mendapat kepercayaan dari gurunya yakni H. Mahmud Ismail Lubis untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pada usia 20 tahun, beliau telah menjadi penulis di majalah Fajar Islam di Medan.
Sejarah keilmuannya dapat dilacak jauh hingga ke Kerajaan Asahan, Sumatera Utara. Dua tahun setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya tahun 1916 M, Syeikh Abdul Hamid dan teman-temannya mendirikan satu instansi pendidikan Islam yang diberi nama Madrasah al-‘Ulum al-‘Arabiyah.
Madrasah ini menjadi instansi pendidikan ternama di Asahan, bahkan di Sumatera Utara, disamping ada Madrasah Islam Stabat-Langkat, Madrasah Islam Binjai, dan Madrasah al-Hasaniyah di Medan.
Ia juga merupakan salah seorang pendiri organisasi Islam yang cukup besar di Sumatra Utara, Al Jam’iyatul Al Washliyah.
Organisasi Islam ini berawal dari sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan kegiatan sosial, didirikan pada 30 November 1930. Selain kecerdasannya dalam ilmu agama, Arsyad juga dikenal memiliki keahlian di bidang Kristologi, yang ia dapatkan ketika belajar kepada gurunya Syekh Hasan Maksum yang juga Mufti Kerajaan Islam Deli.
Karena keilmuannya yang mendalam, Arsyad Thalib Lubis digelari 'Syeikh'. Ia sering dipanggil Syeikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Ketertarikannya menjadi seorang Kristolog atau pakar dalam bidang Kekristenan sudah tampak sejak memasuki usia 20 tahunan.
Pada usia 26 tahun, buku pertamanya, Rahasia Bible terbit pada 1934 dan dicetak ulang pada 1926. Buku ini pun menjadi pegangan mubaligh dan dai Al Washliyah dalam mensyiarkan Islam di Porsea, Tapanuli Utara.
Kristologi yang dijadikan alat dakwah oleh Arsyad Thalib Lubis merupakan respon terhadap gerakan zending Kristen yang masuk ke Sumatra Utara. Sejarah Zending Kristen yang masuk ke Sumatera Utara berusaha untuk menyebarkan Injil di kalangan masyarakat Batak.
Inilah buah motivasi Sir Thomas Stamford Raffles, wakil kerajaan Inggris di Sumatra. Seorang antroplog Jerman, Frans W. Junghum (1804-1864) diutus pemerintah Belanda membuat kajian di Tanah Batak.
Hasil penelitiannya berjudul Keadaan Tanah Batak menarik missionaris Van Der Tuuk untuk mengkristenkan orang Batak pada tahun 1848. Dan puncak gerakan kristenisasi di Tanah Batak adalah dengan hadirnya pendeta Ludwig I Nommensen hingga ia meninggal di Sigumpar 1918.
Dari Nommensen inilah masyarakat Batak memeluk Kristen, hingga setidaknya 180 ribu orang telah dibaptis pada saat itu.
Maka dari pelajaran sejarah inilah, Muhammad Arsyad Thalib Lubis mengambil pelajaran mencoba mendakwahkan Islam kembali di tanah Batak. Dia keluar masuk kampung yang ada di Tanah Batak dan Tanah Karo untuk berdialog dan berdiskusi tentang kristianitas.
Tidak sedikit penduduk kemudian memeluk Islam. Berkat peran mubalighnya, puluhan ribu orang dari Tanah Batak dan Karo ada yang kembali masuk Islam.
Bahkan,menjelang akhir hayatnya ia telah mengislamkan tidak kurang dari dua ratus orang di Kabupaten Deli Serdang. Ia juga tidak gentar untuk menggelar dialog dengan para pendeta dan misionaris di sana. Beberapa diskusinya bahkan telah menjadi buku berjudul, 'Rahasia Bible, Keesaan Tuhan Menurut Kristen dan Islam, Perbandingan Agama Islam dan Kristen, dan Berdialog dengan Kristen Adventis'. (sumber)
Namun, ada seorang ulama yang cukup disegani disana. Sosok tersebut adalah Haji Muhammad Arsyad Thalib Lubis.
Arsyad Thalib Lubis dilahirkan di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Oktober 1908 atau bertepatan pada Ramadhan 1326 Hijriah. Ia adalah putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin H. Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution.
Ayahnya berasal dari kampung Pastap, Kotanopan,Tapanuli Selatan, kemudian menetap di Stabat Sumatera Utara, sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan `lebai`, yakni panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.
Ia menjalani seluruh pendidikannya di Sumatra Utara. Selepas menjalani pendidikannya dalam kurun waktu 1917-1930, ia memperdalam ilmu tafsir, hadis, usul fiqh dan fikih kepada Syekh Hasan Maksum di Medan.
Dia adalah seorang murid yang cerdas dan rajin, sehingga mendapat kepercayaan dari gurunya yakni H. Mahmud Ismail Lubis untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pada usia 20 tahun, beliau telah menjadi penulis di majalah Fajar Islam di Medan.
Sejarah keilmuannya dapat dilacak jauh hingga ke Kerajaan Asahan, Sumatera Utara. Dua tahun setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya tahun 1916 M, Syeikh Abdul Hamid dan teman-temannya mendirikan satu instansi pendidikan Islam yang diberi nama Madrasah al-‘Ulum al-‘Arabiyah.
Madrasah ini menjadi instansi pendidikan ternama di Asahan, bahkan di Sumatera Utara, disamping ada Madrasah Islam Stabat-Langkat, Madrasah Islam Binjai, dan Madrasah al-Hasaniyah di Medan.
Ia juga merupakan salah seorang pendiri organisasi Islam yang cukup besar di Sumatra Utara, Al Jam’iyatul Al Washliyah.
Organisasi Islam ini berawal dari sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan kegiatan sosial, didirikan pada 30 November 1930. Selain kecerdasannya dalam ilmu agama, Arsyad juga dikenal memiliki keahlian di bidang Kristologi, yang ia dapatkan ketika belajar kepada gurunya Syekh Hasan Maksum yang juga Mufti Kerajaan Islam Deli.
Karena keilmuannya yang mendalam, Arsyad Thalib Lubis digelari 'Syeikh'. Ia sering dipanggil Syeikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Ketertarikannya menjadi seorang Kristolog atau pakar dalam bidang Kekristenan sudah tampak sejak memasuki usia 20 tahunan.
Pada usia 26 tahun, buku pertamanya, Rahasia Bible terbit pada 1934 dan dicetak ulang pada 1926. Buku ini pun menjadi pegangan mubaligh dan dai Al Washliyah dalam mensyiarkan Islam di Porsea, Tapanuli Utara.
Kristologi yang dijadikan alat dakwah oleh Arsyad Thalib Lubis merupakan respon terhadap gerakan zending Kristen yang masuk ke Sumatra Utara. Sejarah Zending Kristen yang masuk ke Sumatera Utara berusaha untuk menyebarkan Injil di kalangan masyarakat Batak.
Inilah buah motivasi Sir Thomas Stamford Raffles, wakil kerajaan Inggris di Sumatra. Seorang antroplog Jerman, Frans W. Junghum (1804-1864) diutus pemerintah Belanda membuat kajian di Tanah Batak.
Hasil penelitiannya berjudul Keadaan Tanah Batak menarik missionaris Van Der Tuuk untuk mengkristenkan orang Batak pada tahun 1848. Dan puncak gerakan kristenisasi di Tanah Batak adalah dengan hadirnya pendeta Ludwig I Nommensen hingga ia meninggal di Sigumpar 1918.
Dari Nommensen inilah masyarakat Batak memeluk Kristen, hingga setidaknya 180 ribu orang telah dibaptis pada saat itu.
Maka dari pelajaran sejarah inilah, Muhammad Arsyad Thalib Lubis mengambil pelajaran mencoba mendakwahkan Islam kembali di tanah Batak. Dia keluar masuk kampung yang ada di Tanah Batak dan Tanah Karo untuk berdialog dan berdiskusi tentang kristianitas.
Tidak sedikit penduduk kemudian memeluk Islam. Berkat peran mubalighnya, puluhan ribu orang dari Tanah Batak dan Karo ada yang kembali masuk Islam.
Bahkan,menjelang akhir hayatnya ia telah mengislamkan tidak kurang dari dua ratus orang di Kabupaten Deli Serdang. Ia juga tidak gentar untuk menggelar dialog dengan para pendeta dan misionaris di sana. Beberapa diskusinya bahkan telah menjadi buku berjudul, 'Rahasia Bible, Keesaan Tuhan Menurut Kristen dan Islam, Perbandingan Agama Islam dan Kristen, dan Berdialog dengan Kristen Adventis'. (sumber)
No comments:
Post a Comment