Tobapos -- Nurjannah Marbun merupakan alumni ketiga Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Medan, Sumatera Utara.
Walaupun kebanyakan penduduk di Pakkat, Humbang Hasundutan, tempat kelahirannya, merupakan masyarakat agraris, dia terlahir dari keluarga yang menggantungkan hidup dari usaha atau bisnis.
Hal itu disebabkan keluarganya telah pindah ke Pakkat, sebuah wilayah yag berkembang saat itu, dari wilayah pertanian di Siniang, di mana dia lahir di daerah Sibukke.
Mungkin akan lain ceritanya bila mereka tetap menetap di Siniang, mereka akan hidup dengan mengelola kebun dan sawah keluarga, sebagaimana masyarakat lainnya.
Hidup dari berusaha, tanpa berharap dari hasil kebun, membuatnya hidup dalam keluarga yang harus bekerja siang dan malam.
Bagi keluarga masyarakat Batak yang hidup di Pakkat, anak laki-laki akan diwajibkan membantu orang tua membesarkan usaha.
Sementara anak-anak perempuan akan membantu sebisanya, namun bertanggung jawab dalam mengelola segala macam urusan rumah, termasuk menyuci dan memasak.
Namun, keingintahuannya mengenai usaha membuatnya sering kepergok oleh orang tuanya sedang belajar berdagang sendiri, seperti berjualan salak yang ia petik dari kebun.
Orang tuanya tidak melarangnya untuk berjualan. Namun usaha yang dilakoni keluarga, mulai dari jual beli hasil pertanian (seperti kopi, karet, cengkeh, nilam dll), Toko Emas dan perhiasan serta barang-barang material bangunan sudah sangat menyita tenaga, maka sudah tak mungkin ditambah dengan berdagang buah.
Rupanya, Jannah, hanya ingin melajar bagaimana mengelola sebuah usaha, mengelola cash flow, mencari permodalan secara mandiri dan lain sebagainya, padahal saat itu umurnya masih setingkat sekolah dasar.
Ketika ditawarkan oleh orang tuanya untuk sekolah di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, usai selesai SD, dia dengan riang gembira menerimanya. Dia berharap, disiplin yang diterapkan di pesantren akan menambah wawasannya dalam kemandirian berpikir.
Tapi, ternyata dia mempertimbangkan hal lain. Kalau dia pergi ke Medan untuk melanjutkan sekolah, siapa yang akan menjaga orang tuanya. Siapa yang akan memasak atau mencucikan pakaian mereka.
Sistem kehidupan masyarakat setempat, belum memungkinkan untuk menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab hal-hal yang pribadi, seperti hubungan ke orang tua, ke pekerja non keluarga, walau mereka mempunyai beberapa karyawan yang mungkin saja dapat mengatasi hal itu.
Dalam keluarga yang sangat bergantung dengan usaha, kedua orang tuanya harus selalu aktif terlibat. Ibunya mengelola Toko Emas dan ayahnya mengelola lini usaha lainnya.
Diapun mengurungkan niatnya, dan syukurnya orangtuanya juga tidak telalu memaksa. Dia diberi kebebasan untuk membuat pilihan.
Dia melanjutkan Sekolah Menengah Pertamanya di Pakkat. Di sana dia semakin leluasa untuk belajar menjalankan usaha dengan learning by doing atau bertanya-tanya ke ibunya tentang seluk beluk berdagang, mulai dari manajemen pemasukan dan pengeluaran.
Sebagai anak perempuan paling besar dan nomor dua dari tujuh bersaudara, dia merasa suatu saat dia akan memikul tanggung jawab untuk mendukung kehidupan keluarganya.
Setelah SMP, dia kembali ditawarkan untuk melanjutkan ke Pesantren. Kali ini dia tidak menolak. Baginya, apalah arti hidup ini bila tak punya pengetahuan tentang agama. Walau di Pakkat sendiri, terdapat pengajian untuk remaja, yang cukup bagus dan dikelola oleh Ust dari Pesantren Musthofawiyah Purba Baru.
Diapun masuk ke pesantren dan harus mengulang kelas, karena saat itu, sistem yang dipakai masih mengacu pada sistem Gontor yang ketat. Diapun menamatkan sekolahnya di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Medan tahun 1995 dan mengabdikan diri di pesantren sambil kuliah.
Tapi panggilan jiwanya untuk mendahulukan urusan keluarga dari dirinya sendiri membuatnya tak punya pilihan kecuali kembali ke kampungnya. Orang tuanya kini harus bekerja lebih ekstra, dua adik-adiknya merantau menuntut ilmu ke India dan Jakarta.
Dia kembali harus berhadapan ikut menjalankan usaha keluarga, walaupun masih ada abang dan adik-adiknya yang lebih kecil. Tidak ada pilihan baginya kecuali harus terjun langsung.
Pertama harus merugi. Ditipu konsumen dan diutangi oleh orang yang tak pernah membayar, itu belum termasuk tantangan pengelolaan sumber daya manusia dan keamanan usaha. Tapi dia tak pernah menyerah. Baginya, hidup ini harus diselesaikan dengan belajar dan belajar.
Satu yang membuat dia sangat penasaran adalah, bagaimana menjalankan usaha Toko Emas, yang butuh perhitungan yang cepat dengan fluktuasi harga.
Terlibat dalam usaha dan perdagangan memang merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW yang harus diteladani oleh ummatnya. Tapi, ternyata sunnah itu tidak mudah dilakukan tanpa keseriusan, kesungguhan dan kesabaran. Seperti kata pepatah: Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan mendapat.
Dan, kesungguhannyapun terbayar. Saat ini, dia mulai merintis usaha sendiri. Berkeluarga dengan dua anak, dia tetap melakoni peran ibu-ibu yang mempunyai usaha di kampungnya tanpa lalai dari pekerjaan rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya.
Usahanyapun berkembang ke lini lain sesuai permintaan pasar, mulai dari toko HP, toko emas, jasa transportasi pengiriman barang, khusus Humbang Hasundutan dan Medan, usaha telekomunikasi dan lain-lain.
Walaupun begitu, dia tidak pernah melupakan kodratnya hidup di kampung yang bersifat agraris. Sekali-kali diapun menyempatkan diri berkebun merawat dan menikmati hasil kebunnya.
Dan itu tidak berhenti di situ, baginya hidup adalah perjuangan untuk belajar dan itu yang membuatnya tidak pernah berhenti bekerja dan berusaha. (adm)
Lihat info alumni lain di sini
Walaupun kebanyakan penduduk di Pakkat, Humbang Hasundutan, tempat kelahirannya, merupakan masyarakat agraris, dia terlahir dari keluarga yang menggantungkan hidup dari usaha atau bisnis.
Hal itu disebabkan keluarganya telah pindah ke Pakkat, sebuah wilayah yag berkembang saat itu, dari wilayah pertanian di Siniang, di mana dia lahir di daerah Sibukke.
Mungkin akan lain ceritanya bila mereka tetap menetap di Siniang, mereka akan hidup dengan mengelola kebun dan sawah keluarga, sebagaimana masyarakat lainnya.
Hidup dari berusaha, tanpa berharap dari hasil kebun, membuatnya hidup dalam keluarga yang harus bekerja siang dan malam.
Bagi keluarga masyarakat Batak yang hidup di Pakkat, anak laki-laki akan diwajibkan membantu orang tua membesarkan usaha.
Sementara anak-anak perempuan akan membantu sebisanya, namun bertanggung jawab dalam mengelola segala macam urusan rumah, termasuk menyuci dan memasak.
Namun, keingintahuannya mengenai usaha membuatnya sering kepergok oleh orang tuanya sedang belajar berdagang sendiri, seperti berjualan salak yang ia petik dari kebun.
Orang tuanya tidak melarangnya untuk berjualan. Namun usaha yang dilakoni keluarga, mulai dari jual beli hasil pertanian (seperti kopi, karet, cengkeh, nilam dll), Toko Emas dan perhiasan serta barang-barang material bangunan sudah sangat menyita tenaga, maka sudah tak mungkin ditambah dengan berdagang buah.
Rupanya, Jannah, hanya ingin melajar bagaimana mengelola sebuah usaha, mengelola cash flow, mencari permodalan secara mandiri dan lain sebagainya, padahal saat itu umurnya masih setingkat sekolah dasar.
Ketika ditawarkan oleh orang tuanya untuk sekolah di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, usai selesai SD, dia dengan riang gembira menerimanya. Dia berharap, disiplin yang diterapkan di pesantren akan menambah wawasannya dalam kemandirian berpikir.
Tapi, ternyata dia mempertimbangkan hal lain. Kalau dia pergi ke Medan untuk melanjutkan sekolah, siapa yang akan menjaga orang tuanya. Siapa yang akan memasak atau mencucikan pakaian mereka.
Sistem kehidupan masyarakat setempat, belum memungkinkan untuk menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab hal-hal yang pribadi, seperti hubungan ke orang tua, ke pekerja non keluarga, walau mereka mempunyai beberapa karyawan yang mungkin saja dapat mengatasi hal itu.
Dalam keluarga yang sangat bergantung dengan usaha, kedua orang tuanya harus selalu aktif terlibat. Ibunya mengelola Toko Emas dan ayahnya mengelola lini usaha lainnya.
Diapun mengurungkan niatnya, dan syukurnya orangtuanya juga tidak telalu memaksa. Dia diberi kebebasan untuk membuat pilihan.
Dia melanjutkan Sekolah Menengah Pertamanya di Pakkat. Di sana dia semakin leluasa untuk belajar menjalankan usaha dengan learning by doing atau bertanya-tanya ke ibunya tentang seluk beluk berdagang, mulai dari manajemen pemasukan dan pengeluaran.
Sebagai anak perempuan paling besar dan nomor dua dari tujuh bersaudara, dia merasa suatu saat dia akan memikul tanggung jawab untuk mendukung kehidupan keluarganya.
Setelah SMP, dia kembali ditawarkan untuk melanjutkan ke Pesantren. Kali ini dia tidak menolak. Baginya, apalah arti hidup ini bila tak punya pengetahuan tentang agama. Walau di Pakkat sendiri, terdapat pengajian untuk remaja, yang cukup bagus dan dikelola oleh Ust dari Pesantren Musthofawiyah Purba Baru.
Diapun masuk ke pesantren dan harus mengulang kelas, karena saat itu, sistem yang dipakai masih mengacu pada sistem Gontor yang ketat. Diapun menamatkan sekolahnya di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Medan tahun 1995 dan mengabdikan diri di pesantren sambil kuliah.
Tapi panggilan jiwanya untuk mendahulukan urusan keluarga dari dirinya sendiri membuatnya tak punya pilihan kecuali kembali ke kampungnya. Orang tuanya kini harus bekerja lebih ekstra, dua adik-adiknya merantau menuntut ilmu ke India dan Jakarta.
Dia kembali harus berhadapan ikut menjalankan usaha keluarga, walaupun masih ada abang dan adik-adiknya yang lebih kecil. Tidak ada pilihan baginya kecuali harus terjun langsung.
Pertama harus merugi. Ditipu konsumen dan diutangi oleh orang yang tak pernah membayar, itu belum termasuk tantangan pengelolaan sumber daya manusia dan keamanan usaha. Tapi dia tak pernah menyerah. Baginya, hidup ini harus diselesaikan dengan belajar dan belajar.
Satu yang membuat dia sangat penasaran adalah, bagaimana menjalankan usaha Toko Emas, yang butuh perhitungan yang cepat dengan fluktuasi harga.
Terlibat dalam usaha dan perdagangan memang merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW yang harus diteladani oleh ummatnya. Tapi, ternyata sunnah itu tidak mudah dilakukan tanpa keseriusan, kesungguhan dan kesabaran. Seperti kata pepatah: Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan mendapat.
Dan, kesungguhannyapun terbayar. Saat ini, dia mulai merintis usaha sendiri. Berkeluarga dengan dua anak, dia tetap melakoni peran ibu-ibu yang mempunyai usaha di kampungnya tanpa lalai dari pekerjaan rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya.
Usahanyapun berkembang ke lini lain sesuai permintaan pasar, mulai dari toko HP, toko emas, jasa transportasi pengiriman barang, khusus Humbang Hasundutan dan Medan, usaha telekomunikasi dan lain-lain.
Walaupun begitu, dia tidak pernah melupakan kodratnya hidup di kampung yang bersifat agraris. Sekali-kali diapun menyempatkan diri berkebun merawat dan menikmati hasil kebunnya.
Dan itu tidak berhenti di situ, baginya hidup adalah perjuangan untuk belajar dan itu yang membuatnya tidak pernah berhenti bekerja dan berusaha. (adm)
Lihat info alumni lain di sini
No comments:
Post a Comment