Di tengah laporan bahwa intelijen Perancis dkk mulai bekerja di balik layar untuk memperpanjang konflik di Afghanistan dengan mendukung milisi anti Taliban yang sudah menguasai 95 persen wilayah, banyak yang kuatir akan meningkatkan arus pengungsi ke luar negeri.
Turki sebagaimana dijelaskan oleh Presiden Erdogan menegaskan negara tak ingin lagi menampung pengungsi akibat sikap avonturir beberapa negara Eropa tersebut.
Sikap Perancis dkk itu juga dikritisi berbagai pihak karena haus darah mengharapkan kelompok-kelompok di Afghanistan saling bunuh, namun di sisi lain tak mau menerima risiko menampung pengungsi.
Sebagaimana diketahui, jalur pengungsian dari darat bisa dilakukan ke Iran lalu menyeberang ke Turki.
Turki kemungkinan akan membuka pintu bagi pengungsi menuju Eropa, melalui Yunani, karena jumlah pengungsi di Suriah yang juga karena kebijakan beberapa negara Eropa yang ngotot mengirim pasukan diam-diam bersama AS ke Suroah Timur.
Untuk itu, Turki ingin Uni Eropa menambah dana pengungsi jika avonturisme sejumlah negara anggotanya di Afghanistan tidak dihentikan.
Sementara itu beberapa pejabat Uni Eropa sebenarnya juga ingin konflik di Afghanistan dihentikan dan UE harus mulai bekerja sama dengan pemerintah Taliban untuk menghentikan arus pengungsi.
Uni Eropa juga tak ingin Afghanistan menjadi lebih dekat ke Tiongkok dan Rusia.
Namun sikap UE belum tentu menjadi sikap negara anggotanya seperti Perancis dll yang sudah mulai melakukan operasi klandestin anti Taliban termasuk melalui media massa.
Taliban dilaporkan telah kehilangan tiga kabupaten karena dikuasi milisi musuhnya selain Panjshir.
Milisi anti Taliban diorganisasi oleh mantan wapres pertama Afghanistan yang juga eks kepala intelijen Amrullah Saleh.
Dia mengklaim diri sebagai presiden care taker usai Ashraf Ghani melarikan diri ke Uni Emirat Arab (UEA).
Banyak warga Afghanistan pro Ghani yang tidak setuju dengan klaim Saleh tersebut karena Ghani sendiri belum mengumumkan mengundurkan diri. Saleh dituding kudeta secara dejure.
Sementara itu paman dari Ahmad Massoud yang diisukan menjadi pimpinan kelompok Taliban, menjelaskan bahwa keponakannya tidak terlibat dalam gerakan tersebut.
Paman dari Ahmad Massoud itu menjelaskan pihaknya sedang melakukan lobi politik dengan Taliban untuk pembentukan pemerintahan inklusif.
Kelompok Saleh sudah mulai melakukan kampanye di media sosial mendiskreditkan Taliban dan juga Ashraf Ghani yang dinilai sebagai pengecut dan melarikan uang negara. Uniknya, Amrullah Saleh sendiri juga bersembuni dan melarikan diri dari Kabul.
Taliban juga saat ini mengalami dua serangan sekaligus. Pertama serangan militer dari milisi lawan di beberapa kabupaten dekat Panjshir dan yang kedua serangan di media sosial dan demonstrasi oleh pendukung Ghani dan Saleh.
Setelah Taliban mengumumkan amnesti dan membuka ruang demokrasi ke semu pihak, dua kelompok tersebut turun ke jalan-jalan memancing emosi aparat Taliban lalu dipublikasi secara luas.
Jaringan kelompok LSM yang selama ini dibina oleh eks ibunegara Republik Islam Afghanistan Rula Ghani juga bergerak memobilisasi aktivis perempuan untuk memancing emosi aparat Taliban.
Rula Ghani merupakan seorang Kristen Lebanon dan kegiatannya didukung penuh oleh The Bush Center.
Bangak pihak terkejut dengan sikap lunak Taliban yang segera mengumumkan amnesti ke semua pihak dan membuka ruang demokrasi.
Amnesti diperkirakan dilakukan untuk memastikan ekonomi negara tetap berjalan dengan baik jika para birokrasi pemerintahan sebelumnya tetap bekerja.
Namun dibukanya ruang demokrasi secara luas di saat pemerintahan Taliban belum berumur satu minggu membuat milisi kelompok anti Taliban melakukan konsolidasi, begitu juga kalangan oposan.
Diduga keberanian Taliban itu karena memang pimpinan mereka dekat dengan Qatar, khususnya pada momen-momen KTT Damai dengan AS.
Qatar sendiri mempunyai Think Tank The Doha Institute yang dipimpin mantan calon PM Israel Azmi Bishara. Walau Seorang Kristen Palestina-Israel namun rajin menuangkan beberapa pemikiran yang dapat mempengaruhi para pengambil kebijakan di pucuk pimpinan Taliban.
Namun risikonya, pemerintahan Taliban harus mampu memperkuat aparatnya karena ruang demokrasi belakangan ini sudah memasuki '5th Generation Warfare' di mana kelompok anti Taliban akan terus bergerilya melalui media sosial tanpa menenteng senjata.
No comments:
Post a Comment