• Breaking News

    Wednesday, February 16, 2022

    Hanya Gertak Sambal Perang Dunia III, Baik Rusia dan NATO Akhirnya Mainkan Politik 'Cemen' Soal Ukraina

    Konflik Ukraina akhirnya berakhir saat Rusia akhirnya menarik mundur pasukannya dari perbatasan Ukraina. Sementara itu beberapa negara NATO memilih hanya mengirim helm dan peralatan tak penting mendukung Ukraina.

    Meski diapresiasi karena konflik akhirnya berhasil mereka, namun pihak-pihak yang bertikai dinilai hanya ribut belaka yang mengakibatkan harga minyak naik.

    Kebisingan ini seharusnya tak perlu dilakukan mengingat dunia masih dirundung masalah Covid-19 yang belum usai.

    Hampir semua pihak melihat Israel sebagai model dalam kebijakannnya.

    NATO maupun Ukraina melihat posisi Kiev mirip dengan Tel Aviv yang dikelilingi oleh pasukan Rusia baik di utara melalui Belarusia, di Timur pasukan Rusia sendiri maupun dari Barat melalui pasukan Transnistria perbatasan Ukraina dan Moldova.

    Sebagaimana Israel, Ukraina yakin menang dan dapat menghalau kekuatan Rusia sebagaimana Tel Aviv dapat menghalau pasukan Arab dari Mesir, Yordania dan Suriah yang saat itu ingin membebaskan Palestina.

    Bahkan Ukraina yakin dapat mengambil keuntungan dengan menguasai kembali Donets dan Lugansk/Luhansk maupun Krimea dari tangan Rusia.

    Israel merupakan anggota NATO dan di kain pihak Ukraina juga sahabat NATO bahkan ingin menjadi anggota NATO.

    Walau begitu, Ukraina gigit jari saat Israel menolak menjual sistem pertahanan udara Iron Dome ke Kiev.

    Meski menjadi anggota NATO, Israel tampaknya ikut menjadi bagian dari negara yang ingin bahkan mempersilahkan Rusia menginvasi Ukraina.

    Sehingga demikian Moskow akan berhadapan langsung dengan Turki yang bisa mengakibatkan Ankara lenyap dari peta.

    Maka tak heran meski bersahabat dengan Moskow, Ankara memilih mati-matian membela Ukraina dengan produksi massal drone Bayraktar yang pernah melunat persenjataan buatan Rusia di konflik Armenia vs Azerbaijan.

    Hal itu dilakukan karena jika Ukraina jatuh ke tangan Rusia maka korban berikutnya yang akan dilumat Moskow adalah Ankara.

    Di lain pihak, Rusia juga melihat dirinya senasib dengan Israel yang berada dalam ancaman atau dikelilingi oleh kekuatan NATO.

    Dalam berbagai kesempatan, Putin terus mengungkapkan keprihatinannya soal peningkatab kekuatan NATO di seluruh perbatasannya.

    Ada Korsel dan Jepang di Timur. Dan negara-negara Baltik di utara begitu juga armada kapal NATO di Mediterania.

    Rusia mengaggap negaranya berhak bertindak seperti Israel yang mencaplok Sinai dan Golan untuk menetralisir ancaman dari Suriah dan Mesir.

    Walau begitu, dengan mundurnya Rusia dari perbatasan Ukraina, dan niat Kiev mengurungkan ambisi masuk NATO telah menjadi bagian dari geopolitik 'cemen' yang meredakan situasi.

    Israel juga pernah menerapkan politik cemen dengan membuka pintu berdamai usai habis-habisan menggempur penduduk tak bersalah Lebanon dan Palestina dengan alasan melawan Hezbollah dan Hamas.

    Politik cemen ini bagian dari upaya dan strategi untuk perang tanpa batas waktu yang menguras tenaga dan pikiran lawan. Ketahanan fisik dan psikologis menjadi taruhan di antara pihak yang berkonflik.

    Politik cemen berbanding terbalik dengan kebijakan warmongering yang sering dimunculkan di saat kedua belah pihak saling melakukan gertak-gertal sambal.

    No comments:

    Post a Comment

    loading...


    Aneka

    Tentang Kami

    Www.TobaPos.Com berusaha menyajikan informasi yang akurat dan cepat.

    Pembaca dapat mengirim rilis dan informasi ke redaksi.dekho@gmail.com

    Indeks Berita