Di beberapa konflik dunia, kekuatan besar biasanya dapat melakukan sesuatu untuk menggulingkan pemerintahan di sebuah negara.
Walau kebanyakan penggulingan itu dilakukan dengan preteks adalanya perlawanan dari rakyatnya atau kudeta, namun ada dua kejadian di mana NATO dan AS terlibat secara langsung dalam pelengseran seperti Saddam Hussein dari Irak dan Moammar Qhaddafi dari Libya.
Di kedua negara ini, kudeta dilakukan langsung oleh NATO, AS dkk kemudian dibentuk pemerintahan alternatif menggantikan yang ada sebelumnya.
Kedua cara ini tidak dapat dilakukan oleh AS, NATO dkk kepada Vladimir Putin meski Moskow telah dua kami melakukan invasi ke negara lain seperti Georgia dan Ukraina. Di kedua negara ini bahkan didirikan empat proto state, Ossetia Selatan, Abkhazia, Donetsk dan Lugansk.
Bukan hanya Putin, NATO dan AS juga tidak bisa memaksakan kehendaknya bila bukan itu negara Arab. Misalnya, walau AS dan NATO tidak setuju dengan tindakan PM Abiy Ahmed di Ethiopia yang memerangi kelompok pemberontak Tigray, tetap saja Abiy Ahmed tidak diperlakukan seperti Saddam Hussein maupun Qaddafi.
Padahal kualitas kepemimpinan PM Abiy Ahmed maupun Putin tidak sebaik Saddam Hussein maupun Qaddafi.
Dalam deklarasi perang untuk invasi Ukraina beberapa waktu lalu, narasi yang disampaikan oleh Putin mirip dengan Bush yang 'ngeles' bahwa invasi ke Baghdad adalah untuk menjatuhkan sebuah tirani atau rejim dan membebaskan warga tertindas khususnya kaum Kurdi.
Putin juga menyatakan bahwa invasi mereka ke Ukraina untuk mengamankan warga Lugansk dan Donetsk dari 'kezaliman' Kiev.
No comments:
Post a Comment